Tumor ganas yang membahayakan

„ Pasti senang ya kalau besar nanti aku bisa dipanggil tante sama keponakan?“

Moso ibu sudah tua gini harus bikinin kamu adik sih, nduk?“

Saya hanya tersenyum membalas pernyataan ibu dua bulan yang lalu, ketika saya sedang berlibur di rumah orang tua di Jakarta. Tapi sebenarnya hati ini miris. Rasanya aneh sekali menemukan diri saya yang sudah berumur 20 tahun merengek minta adik. Bukan pertama kali saya mengatakan hal tersebut. Setiap kali saya pulang kerumah, selalu tema itu yang saya bahas didepan ibu. Mungkin rengekan itu sudah yang ke- berapa puluh kali sejak umur saya 8 tahun.

Ya, saya anak tunggal dari pasangan Adi Wibowo dan Sri Suharni. Sejak kecil saya sendiri, main pun hanya ditemani si mbok, karena ibu dan bapak sibuk bekerja dikantor dari pagi sampai malam. Pun setelah kuliah saya masih sendiri, menetap di rumah kontrakan yang bapak sewakan untuk saya di Bandung.

Sebenarnya saya  memiliki  4 orang saudara sepupu, tapi umur mereka terpaut jauh dari umur saya, belum lagi tempat tinggal mereka yang semuanya menetap di Yogyakarta membuat kami jarang sekali berhubungan.

Ibu sudah pernah 2 kali mengandung setelah kelahiran saya. Yang pertama ketika umur saya masih 4 tahun, lalu keguguran.  Yang kedua saat saya kelas 2 SD, bayinya lahir, tapi beberapa jam kemudian meninggal dan itu sempat membuat saya sedih. Karena alih-alih menjemput adik dirumah sakit dengan balon mickey mouse, saya malah berdiri disamping kuburan menatap calon adik saya dikubur.

Hari ini, tepat usai shalat ashar dimasjid kampus, bapak menelfon, memberi kabar bahwa dirahim ibu terdeteksi sebuah bulatan yang diameternya sebesar 6 cm. Bulatan itu adalah tumor yang biasa disebut myom, miom, atau leimyoma, tumor jinak yang tumbuh di rahim atau otot dinding rahim wanita. Tapi pada kasus ibu, dokter bilang benjolan ini tumbuhnya pesat, ganas dan dapat berakibat fatal. Kata bapak, ibu sudah tau penyakitnya sejak 3 bulan lalu, tapi baru mengatakannya tadi malam. Bapak terdengar sangat sedih dan butuh teman bercerita. Sementara saya hanya diam, tidak merespon apa-apa dari semua perkataan beliau sore itu.

Saya shock. Benar-benar shock. Otak saya dipenuhi dengan pikiran-pikiran aneh. Umur ibu yang sudah diatas 40, rengekan saya yang tidak masuk akal, dan 2 janin yang pernah ibu kandung yang dulu sempat menjadi calon adik saya. Allaaaah, karena rengekan ku kah maka Engkau menunjukkan alasannya? Kalau tau ini alasan kenapa ibu tidak bisa mengandung lagi, saya tidak akan merengek-rengek meminta adik seperti anak kecil.

Hari itu juga saya pulang ke Jakarta dan meninggalkan tugas-tugas kuliah yang menumpuk demi bertemu ibu, melihat wajahnya dan minta maaf. As expected from a mom. Ibu menyambut kedatangan saya dengan senyum dan pelukan. Beliau bingung melihat saya datang dengan segukan dan swift yang lecet karena tertabrak.

Then she said, „ah, baru benjolan segini aja kamu sudah nabrak-nabrak bawa mobil dari Bandung“, katanya enteng. „Kamu diam disana, ndo’ain ibu biar cepat sembuh aja ibu sudah seneng banget, nduk. Gau sah lah datang-datang gini “, tambahnya. Hari itu beliau meyakinkan saya, kalau do’a, do’a dan do’a saja lah yang dia butuhkan dari saya. Bukan tangisan, bukan pelukan, tapi do’a. Karena sejak 3 bulan yang lalu ternyata ibu sudah sendirian mondar-mandir ke beberapa dokter penyakit kandungan dan pengobatan alternatif, tinggal tanda tangan kontrak dari Yang Diatas saja yang belum selesai. Izin Allah supaya ibu sembuh.

Alhamdulillah, seminggu setelah itu saya dapat kabar dari bapak bahwa benjolan ibu mengecil, menjadi hanya 3 cm. Alhamdulillah… alhamdulillah… alhamdulillaaah J.

Tapi 2 bulan kemudian saat saya sedang berlibur di Jakarta…

„Nduk? Nissa!!! Anissa…“, panggil ibu dari luar pintu kamar saya saat ba’da dzuhur.

Saya keluar, mendapati ibu yang terlihat tergesa-gesa masih mengenakan mukena, tapi sudah memakai tas tangan dan sepatu,“kenapa sih bu? Ribet banget keliatannya?“

„kamu antrin ibu ke dokter, sekarang!!!“

Saya masih bingung, tapi sejurus kemudian langsung mengambil kunci mobil.

Didalam mobil…

„ibu ngapain sih pegang-pegang perut kaya orang hamil gitu? Perut ibu sakit lagi? Kambuh lagi?“, kata saya super khawatir.

Ibu mengerutkan kening sambil masih memegang perutnya yang terlihat membuncit. Ya Allah!!! Perut ibu benar2 membuncit dan saya baru menyadarinya sekarang?. „sudah, kamu nyupir aja yang bener. Kalo nabrak-nabrak, batal jadi kakak nanti kamu, Nis“

HA?

Kemudian saya diam, menunggu ibu diperiksa seorang akhwat bernama dr.Onnie, dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di daerah Manggarai, Jakarta pusat. Pikiran aneh kembali muncul, Allah… bukan kah saya sudah berdo’a???

Beberapa saat kemudian ibu keluar dari ruangan dr. Onnie dengan senyum merekah „ibu hamil, nduk. Hamil…“

Saya terperanga. Bingung, karena… ibu begitu senang mendengar dirinya hamil. Padahal sudah dua bulan ini saya menepis keinginan untuk punya adik. Karena saya hanya ingin ibu sehat. „Loh? Ibu ni gimana? Myom nya saja belum hilang, ko senang dibilang hamil? Umur ibu tuh sudah 45! Kalo ibu kenapa-napa bagaimana???“

Ibu baru kali ini periksa penyakitnya pada dr.Onnie, setelah 5 dokter yang sebelumnya adalah laki-laki dan sejujurnya ibu merasa risih. Ibu pun menjelaskan bahwa dr. Onnie adalah dokter hasil rekomendasi dari blog Helvy Tiana Rosa yag baru dibacanya akhir-akhir ini.

Hal yang sebenarnya terjadi siang itu adalah ketika usai shalat dzuhur, beliau bangun dari duduk kemudian tiba-tiba terjengkang kebelakang. Merasakan ada sesuatu didalam perutnya yang menendang. Bukan tumor yang jelas. Dia yakin itu calon manusia. Jabang bayi yang barusan bergerak diperutnya.

Benar saja, setelah ibu periksa pada dr. Onnie barusan, didalam perut ibu telah tumbuh calon bayi yang umurnya sudah 5 bulan. Artinya,sama dengan lamanya vonis tumor yang dijatuhkan pada ibu. Ada satu percakapan sang dokter dan ibu yang membuat saya tak henti tersenyum.

Dr. Onni      : jadi ibu sudah berapa lama tidak datang bulan?
Ibu              : kira-kira 5 bulan, dok. Saya sih pengin lagi. Tapi gimana donk, tumor  ini yang buat saya ga menstruasi lagi. Ya kan dok?
Dr. Onni      : Jadi maksudnya?
Ibu              : iya, maunya sih saya sembuh lagi secepatnya.
Dr. Onni      : tunggu 4 bulan lagi bu. Bayinya masih belum membentuk. 4 bulan lagi insyaa Allah „tumor“nya lahir dengan selamat.
Ibu              : maksudnya?
Dr. Onni      : ya… maksud saya, ibu ini gimana? Orang isinya jabang bayi kok dibilang tumor???

Jadi…  5 dokter sebelumnya…. bayangkan… 5 dokter sebelumnya salah mendiagnosa penyakit ibu saya?. Alhamdulillah wa syukurillah, 4 bulan kemudian seorang bayi tampan lahir. Bayi yang sempat disebut sebagai tumor ganas. Bayi yang sekarang bisa saya panggil dengan sebutan “Adik”.

ps. Kisah ini diangkat dari kisah nyata

Comments

  1. Verrryyy nice story!!! I know it based on true story. Kirimin cerita ini ke milis-milis dong, supaya yang lain bisa mendapatkan pelajarannya juga.. btw, sudah masuk ke milis FLP Jerman belum ris? Kalau belum saya masukin ya.. Mbak Nur juga sekalian deh..

    ReplyDelete
  2. asiiik dikomenin langsung sama bos flp. Siap mas, tolong masukin ya :)

    ReplyDelete

Post a Comment