Tetangga

Litterally  we use the word „tetangga“ to describe someone who’s living around us. Whether is she/he our housemate or even those people next door. Googling results say „tetangga“ consist of two words „te“ and „tangga“. Well as everybody knows „tangga“ is stairs. When we combine those words to „tetangga“, artinya bisa ditarik jadi: sesuatu yang membantu kita menuju tempat yg lebih tinggi aka. Membantu melepaskan kita dari kesulitan.

Sabtu pagi untuk kesekian kalinya apartemen kami digedor tetangga bawah. Bukan dengan tangan tapi dengan tendangan kencang ke pintu kita sebelum Sari membuka pintu. Dengan wajah super kesal dia marah dengan alasan baru jam 7 pagi, kita sudah masak2 dan berisik. Sebenarnya kejadian ini bukan pertama atau kedua kali, melainkan sudah ke „sekian“ kalinya sang tetangga marah.

Seperti biasa dengan masih shock dan bingung kami berdiskusi setelahnya. Jujur saya memang pengecut makanya diam, ngadepin tetangga begitu bisa nangis mungkin. Sari sudah hebat :). Ada beberapa pendapat(pembelaan) kita yg masih nempel diotak saya sampe skrng.

Masa sih kita berisik?
Masa kita masak aja ga boleh?
Tetangga lain ga ada yg complain, dia doank dari dulu
Dia bisa denger dari mana ya?

Pendapat2 itu sering muncul karena tetangga kita barusan sudah seriiiiiiing sekali complain dan kita sudah habis memikirkan „kenapa?“, padahal saat kumpul kita selalu jaga tone supaya ga keberisikan. Mengingat dia complain terus.

Hmn… Mungkin kalau masih tinggal di Indonesia, tetangga kami barusan bisa dibilang aneh. Tapi disini itu normal. At least menurut mereka. Karena Ruhe Zeit (waktu tenang) di gedung ini sebenarnya memang dari jam 8 malam hingga pukul 7 pagi.

Kalau begini arti „tetangga“ yang sesungguhnya ga terbentuk donk disekitar kita? :(

Teman dekat saya bilang, mungkin karena kita ga bagi2 masakannya ke si tetangga. hheee ini bisa juga sih jd alasan.

Jadi ingat ini-> sabda Rasulullah:
"Tidak akan masuk Al Jannah, barang siapa yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya." (H.R. Muslim), juga dalam riwayat Al Bukhari, Rasulullah bersumpah: „tidak lah beriman kepada Allah (sebanyak 3 kali)“, salah seorang sahabat bertanya „siapa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab:“Barang siapa yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya“ (H.R Bukhari)

Jadi ingat wajah tetangga saya yang beberapa hari lalu berpapasan dengan saya itu. Wajahnya muram, pagi2 ketika saya mau berangkat praktikum, dia baru pulang. Gimana ya rasanya kalau saya ada diposisi dia? Ah… ga mungkin seberisik itu, tapi… wait… doch, saya pasti complain. Mengingat gedung kita bentuknya bangunan baru dan sekat diantara rumah satu dengan yang lainnya tidak setebal alte Gebäude (bangunan tua).
Kami masak sudah sejak jam 5 pagi, mungkin dia sudah risih sejak jam 5 pagi tapi kemudian ditahan, hingga akhirnya jam 7 pagi dia ga sabar lagi dan akhirnya pecah kemarahannya ke kita. Mungkin sudah banyak toleransi yang dia kasih ke kita…
Duh Gusti… gara2 tetangga bisa jadi ga beriman? :( mungkin lain kali diusahakan lebih pelan lagi kalo masak, atau… seperti teman dekat saya bilang, bagi2 hasil masakannya ke si tetangga.

Comments

  1. Iya Ne...setelah gue baca buku Cerdas dan diCintai 2 Minggu yang lalu gue jadi inget itu -> Kita haru menghormati tetangga kalo nggak kita dianggap gak beriman :(((

    Bener kata tetangga dulu 'Kalo jalan jangan berisik' soalnya emang sih Ne, kalo dipikir-pikir kadang-kadang sendal kita berisik juga, hehe

    Maklum juga, kita kan abis Subuh kadang-kadang sudah beraktifitas, tetangga mungkin jam segitu bangun aja belom...

    Jadi kalo masak kita harus buka jendela yang guede dan kalo mau cerita-cerita nunggu jam 10 pagi, hehe

    Kita jangan sedih-sedih amat kali ya...masalah diusir gak diusir mah whose nose?! (Hidung siapa?!) hehehe
    maksudnya who knows?!

    ReplyDelete
  2. iya mi!!! mulai saat ini... usahakan jangan nyakitin tetangga *walau kita dari dulu juga ga perna maksud. hehe :)

    hdl
    nei

    ReplyDelete

Post a Comment